Membangun Peradaban Manusia Unggul Indonesia



Pengantar

Saat ini, Bangsa Indonesia tengah mengalami masa bonus demografi. Masa atau jaman yang menggambarkan tingkat usia produktif lebih tinggi dari pada jumlah penduduk non produktif. Ada dua kategori usia non produktif yaitu 0 - 14 tahun dan 65 tahun ke atas.
Seorang yang berusia produktif (15 - 64 tahun) menanggung beban 2 orang non produktif. Jika keadaan itu terjadi dalam satu keluarga, satu anggota keluarga yang produktif akan mampu menanggung beban ekonomi 2 anggota keluarga yang non produktif. Dengan demikian, ada kesempatan bagi yang produktif untuk menabung dan berinvestasi bagi masa depannya. Secara ekonomi, peluang ini akan membawa dampak positif bagi upaya peningkatan kualitas hidup diri dan anggota keluarga lainnya. Dampak yang lebih luas yaitu peningkatan derajat kesejahteraan masyarakat. Karena baru menjadi peluang harus diupayakan secara maksimal agar menjadi kenyataan yang dapat dinikmati.


Satu upaya untuk mewujudkan peluang dari adanya bonus demografi adalah membangun manusia unggul melalui proses mengeksplorasi kelebihan manusia dibandingkan mahluk ciptaan Sang Khalik adalah adab. Arti sederhananya sopan santun. Manusia unggul yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tapi memiliki kecerdasan emosional dan spiritual.


Dalam KBBI daring (Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam jaringan) dijelaskan bahwa kata sopan artinya hormat dan takzim; tertib menurut adat yang baik. Sementara itu, beradab merupakan perwujudan dari kesopanan. Jika kedua kata digabungkan maka sopan santun adalah tolak ukur manusia beradab. Lawan kata beradab adalah biadab. Karakter manusia unggul dibangun melalui proses yang beradab. Sesuai dasar negara Indonesia, Pancasila, karakter manusia unggul Indonesia adalah berdasarkan ketuhanan yang mahaesa (sila pertama).

Pendidikan adalah proses membekali diri menjadi manusia unggul. Diawali dari lingkungan terkecil yaitu rumah ke lingkungan yang semakin meluas, masyarakat. Di negara-negara maju, kita sering menjumpai istilah community based on ....sebagai pijakan proses pendidikan masyarakat. Sejauh ini, Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah yang paling gencar mengkampanyekan pola pendidikan berbasis masyarakat dalam tiga dasawarsa terakhir. Misalnya CBFA (Community Based on First Aid), CBDP (Community Based on Disaster Preparedness) dan sebagainya. Di Indonesia, lembaga yang paling banyak mengadopsi pola pendidikan masyarakat itu adalah PMI (Palang Merah Indonesia) dan beberapa LSM yang berafiliasi internasional. Sayangnya, PMI gagal mengoptimalkan program pendidikan berbasis masyarakat itu karena berbagai faktor. Utamanya karakter manusia yang mengelola kurang memahami makna santun.

Cita-cita Bangsa Indonesia menjadi bangsa yang besar tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yakni bersatu, berdaulat serta adil dan makmur. Bersatunya warga bangsa bukan dalam bingkai keseragaman, tapi keberagaman. Keragaman dalam Persatuan Indonesia. Hasil pemahaman yang saksama dari para pendiri Bangsa Indonesia. Pemahaman yang realistis, mendalam dan futuristik.

Realitas kehidupan manusia Indonesia yang terdiri dari beragam suku, bahasa lokal, agama, adat istiadat dan banyak lagi faktor pembeda lainnya. Suatu pernyataan mendalam tentang faktor pembeda yang dipahami sebagai rangkaian nilai ( value chain). Dan futuristik karena telah memperhitungkan kondisi masa depan yang penuh dengan tantangan dan ketidakpastian. Pemahaman tersebut, jika ditelusuri lebih dalam, berkaitan dengan ajaran Islam tentang rahmatan lil alamin. Membawa kebaikan bagi seluruh alam semesta.










Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oyek, Nasi Singkong Naik Kelas

Energi Mereka, Daya Hidupku

Agenda Konferensi Ekonomi Kreatif Bali ke SU PBB 2019-Bagian Terakhir